Kurang dari tiga bulan lagi, Uni Eropa akan meluncurkan pajak karbonnya yang merupakan pajak perbatasan berskala besar pertama di dunia untuk barang-barang yang intensif karbon.
Langkah ini berpotensi mengubah secara drastis perdagangan global. Kebijakan pajak karbon lintas batas merupakan bagian dari upaya blok tersebut untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari industri berat dan mempromosikan proses produksi yang lebih bersih di seluruh dunia.
Mulai 1 Januari 2026, Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (CBAM) Uni Eropa akan mengenakan biaya pada barang-barang seperti baja, pupuk, semen, aluminium, dan hidrogen yang diimpor dari luar blok 27 negara tersebut.
Berdasarkan ketentuan kebijakan ini, importir yang membawa barang-barang tersebut ke UE diwajibkan untuk membeli sertifikat CBAM untuk menutupi emisi yang terkait. Biaya sertifikat ini diperkirakan akan sama dengan harga pasar Sistem Perdagangan Emisi UE (ETS).
AS, Cina, India, dan Brasil Menolak
Tidak semua pihak menyambut baik rencana pajak batas karbon Uni Eropa yang akan datang. Amerika Serikat, Cina, India, dan Brasil termasuk di antara negara-negara yang telah mengemukakan kekhawatiran terhadap pajak karbon ini. Beberapa negara mengancam akan mengambil tindakan balasan dan yang lain memperingatkan kebijakan tersebut mungkin menghambat upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.
Komisi Eropa tidak menanggapi permintaan komentar saat dihubungi oleh CNBC.
Nicolas Endress, pendiri dan CEO ClimEase, perusahaan penyedia solusi perangkat lunak CBAM, mengatakan skema pajak karbon dan tarif terintegrasi Uni Eropa akan mengubah lanskap perdagangan global dengan cara yang belum sepenuhnya dipahami oleh kebanyakan bisnis. Sektor baja, semen, pupuk, dan aluminium diperkirakan akan menjadi yang pertama terkena dampaknya.
“Tidak mengherankan negara-negara seperti AS, Brasil, dan India telah mengemukakan kekhawatiran tentang kebijakan ini," kata Endress, seperti dikutip CNBC. Ia mencatat negara-negara tanpa sistem perdagangan emisi (ETS) akan terkena pajak perbatasan.
UE menyatakan CBAM dirancang untuk menetapkan “harga yang adil” untuk karbon yang dihasilkan selama produksi barang-barang yang intensif emisi.
Pajak ini juga dirancang untuk mencegah apa yang disebut “kebocoran karbon,” yaitu ketika perusahaan memindahkan produksi ke negara-negara dengan kebijakan iklim yang kurang ketat.
Menguji Kepemimpinan Iklim Uni Eropa
Amerika Serikat, di sisi lain, telah memperingatkan aturan iklim Eropa dapat mengancam kesepakatan perdagangan UE dengan Gedung Putih.
Presiden AS Donald Trump menandatangani kesepakatan kerangka kerja dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada akhir Juli, menetapkan batas tarif 15% untuk sebagian besar barang UE mulai Agustus.
Tarif ini jauh lebih rendah dari 30% yang sebelumnya diancam oleh presiden AS, tetapi di atas batas dasar 10% yang diharapkan UE.
Dalam wawancara dengan Financial Times bulan lalu, Menteri Energi AS Chris Wright mengatakan tanpa perubahan signifikan, CBAM UE akan menciptakan “risiko hukum yang besar” bagi perusahaan AS yang menjual bahan bakar fosil ke Eropa.
Negara-negara lain yang terkena dampak CBAM UE juga telah mengkritik rencana tersebut. India mengatakan akan membalas pajak batas karbon UE. Negara tersebut alasan negara-negara berpenghasilan tinggi yang secara historis bertanggung jawab atas krisis iklim harus melakukan lebih banyak upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Cina, Brasil, dan Rusia telah mengemukakan kekhawatiran tentang pajak batas karbon UE, baik dalam negosiasi iklim PBB maupun di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Von der Leyen dari UE, dalam manifesto tahun 2019 untuk menjadi Presiden Komisi Eropa, mengatakan ia berencana memperkenalkan pajak batas karbon “untuk menghindari kebocoran karbon” dan membantu perusahaan UE “berkompetisi di lapangan yang setara.”
Kebijakan tersebut kemudian diperkenalkan sebagai bagian dari upaya blok UE untuk mengurangi emisi setidaknya 55% pada akhir dekade ini.
Alex Mengden, analis kebijakan di Tax Foundation Europe, mengatakan pejabat UE biasanya berusaha meremehkan potensi langkah balasan dari ekonomi besar saat tahap akhir CBAM diberlakukan.
“Ini mungkin menunjukkan bahwa kita hanya bisa mengambil begitu banyak kepemimpinan iklim karena hal itu memiliki biaya nyata bagi kita. Jika kita tidak berada dalam koalisi global, biaya tersebut akan kembali menimpa kita sendiri daripada mitra dagang kita, yang pada dasarnya adalah tujuannya,” kata Mengden dalam panggilan video dengan CNBC.
Mengden menilai kebijakan pajak karbon lintas batas bisa saja berhasil. “Kasus sukses bagi pembuat kebijakan yang merancang kebijakan CBAM adalah negara lain mengadopsi sistem ETS mereka sendiri,” ujarnya.
Bukan Sekadar Eksperimen Eropa
Bagi sebagian orang, CBAM UE menandai langkah pertama dari apa yang diharapkan menjadi inisiatif global untuk mengatasi krisis iklim.
“Dalam beberapa tahun ke depan, penetapan harga karbon tidak akan sekadar menjadi eksperimen Eropa — kemungkinan besar akan mencakup hingga 80% perdagangan global,” kata Endress dari ClimEase.
“CBAM lah yang membuat ini terjadi dengan kemungkinan menghukum negara-negara tanpa sistem yang kokoh dan memberi insentif bagi negara-negara yang memiliki kerangka kerja ETS yang selaras dengan UE,” kata Endress.
Endress menambahkan, negara-negara yang beradaptasi dengan perubahan dan membangun sistem penetapan harga karbon yang kredibel akan melindungi industri mereka. Sementara itu, negara-negara yang mundur akan melihat eksportir mereka pada akhirnya menghadapi konsekuensi.